Baca Qur’an di kuburan 

Hukum Baca Al-Qur’an di Kubur

Copy dr http://www.solusiislam.
Banyak diantara kaum muslimin yang belum mengetahui tentang Hukum membaca Al Quran di kuburan.Apakah membaca al Quran di kuburan itu dibolehkan, ataukah malah dilarang dalam agama kita.
Meskipun telah kita ketahui bahwa membaca al Quran adalah suatu ibadah yang mulia,tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama tentang hukum membaca Al Quran di kuburan, ada ulama yang membolehkannya, namun tak sedikit dari para ulama yang tidak membolehkan membacanya di kuburan.
Bagi kita selaku orang awam, yang terpenting adalah melihat dalil-dalil dari kedua pendapat tersebut, karenadalam masalah khilafiyah, kita tidak boleh berhujjah dengan pendapat ulama saja, atau bahkan pendapat ‘kyai dan mbahku’. tapi hujah kita yang paling utama adalah Alquran dan sunnah.
Dalil-dalil pendapat yang membolehkan adalah sebagai berikut:
Pertama: Hadits Ibnu Abbas yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wasallam melewati dua buah kuburan, lalu Nabi mengabarkan bahwa penghuni kuburan tersebut sedang di ‘adzab, kemudian beliau mengambil pelepah kurma dan menyobeknya menjadi dua, lalu menanamkannya pada dua kuburan tadi, beliau bersabda: “Semoga diringankan adzabnya selama kedua pelepah itu belum kering”
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil yang menunjukkan bolehnya membaca Alquran di sisi kuburan, karena menurut beliau apabila diharapkan adzabnya diringankan karena tasbihnya pelepah, maka membaca Alquran lebih utama lagi. (Syarah Shahih Muslim, 3/202).
Kedua: Hadits yang artinya, “Barang siapa yang melewati perkuburan lalu membaca qul huwallahu ahad sebelas kali, kemudian memberikan pahalanya kepada para mayat, maka akan diberikan pahala sesuai dengan jumlah mayat”. (HR. Al-Khallaal).
Ketiga: Hadits yang artinya, “Apabila seseorang dari kamu meninggal, maka janganlah ditahan, dan bersegeralah untuk dikuburkan, dan bacakan di sisi kepalanya Al-Fatihah dan di sisi kakinya akhir surat Al-Baqarah dikuburnya”. (HR. Ath Thabrani 12/445 no 13613) dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 9294. Dari jalan Yahya bin Abdullah Al-Babalti dari Ayyub bin Nahik Al-Halabi dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keempat: Perbuatan Ibnu Umar, dari jalan Mubasyir mengabarkan dari Abdurrahman bin Al-’Alaa bin Al-Lajlaaj dari ayahnya bahwa ia mewasiatkan apabila telah dikubur, agar dibacakan di kepalanya permulaan surat Al-Baqarah dan akhirnya, dan berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berwasiat demikian”. Sebagaimana telah berlalu.
Kelima: Asy-Sya’bi berkata, “Adalah kaum Anshar apabila seseorang meninggal, mereka pergi bergantian ke kuburannya untuk membacakan Alquran”. Dikeluarkan oleh Al-Khallaal dalam kitab Al Qira’ah ‘Indal Qubuur (1/8 no 7) dari jalan Mujalid bin Sa’id dari Asy-Sya’bi.
Keenam: Alquran adalah berkah, maka bila dibacakan di kuburan, diharapkan dengan keberkahan Alquran dapat memberikan manfaat kepada penghuni kubur.
Jawaban dan Bantahan terhadap dalil-dalil yang membolehkan:
Bila kita perhatikan, dalil-dalil yang telah disebutkan diatas sebenarnya tidak dapat dijadikan hujjah,
Penjelasannya sebagai berikut:
Dalil pertama, tentang kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menanam pelepah kurma yang telah disobek menjadi dua, alasan dijadikan hujjah untuk membolehkan adalah karena pelepah itu bertasbih sebagaimana Allah menyebutkan di dalam Alquran bahwa segala sesuatu di bumi dan di langit bertasbih memuji-Nya, sehingga bisa dijadikan dalil bolehnya membaca Alquran di kuburan.
Namun alasan ini amat lemah dari beberapa sisi:
Bila alasannya karena tasbih pelepah, tentu nabi tidak akan menyobeknya agar menjadi cepat kering, karena semakin lama kering berarti semakin lama diringankan adzabnya.Bila alasannya demikian, tentu nabi tidak akan menanam pelepah,akan tetapi beliau menanam pohon agar lebih lama lagi diringankan adzabnya.Bila demikian, maka mayat yang paling bahagia adalah mayat yang paling banyak, karena dedaunannya lebih banyak bertasbih, dan ini aneh dan batil.
Yang shahih, alasan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menanam pelepah tersebut adalah dalam rangka memberikan syafaat kepadanya, dan ini kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu para ulama shahabat tidak ada yang memahami seperti apa yang dipahami oleh Imam An-Nawawi rahimahullah. Dan tidak ada satupun shahabat yang memahami dari hadits tersebut bolehnya membacakan Alquran di sisi kubur, kalaulah itu baik, tentu mereka yang pertama kali melakukannya.
Adapun dalil yang kedua, adalah hadits yang palsu, berasal dari naskah Abdullah bin Ahmad bin ‘Amir dari ayahnya dari Ali Ar Ridla dari ayah-ayahnya, dipalsukan oleh Abdullah atau ayahnya sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal, dan diikuti oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (3/252), juga As-Suyuthi dalam Dzail Al Ahadits Al Maudlu’ah dan beliau menyebutkan hadits ini, dan diikuti juga oleh Ibnu ‘Arraaq dalamTanzih Asy Syari’atil Marfu’ah. (Lihat Ahkaam Janaiz, hal 245).
Adapun dalil yang ketiga adalah hadits yang sangat lemah, karena di dalamnya terdapat dua perawi yang lemah, yang pertama adalah Yahya bin Abdullah Al-Babalti, ia perawi yang lemah. Al Azdi berkata, “Kelemahan padanya sangat jelas”. Dan Abu Hatim berkata, “Tidak dianggap”. (Al-Mughni fi Dlu’afa, 2/739). Dan yang kedua adalah Ayyub bin Nahiik Al Halabi ia dianggap lemah oleh Abu Hatim, dan Al Azdi berkata, “Matruk”. Dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats-Tsiqat dan berkata: “Yukhti (suka salah)”. (Lisanul Mizan,1/490).
Adapun dalil yang keempat, yaitu atsar Ibnu Umar adalah lemah juga. Karena ia berasal dari periwayatan Abdurrahman bin Al ‘Alaa bin Al Lajlaaj, ia perawi yang majhul karena tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Mubasyir. Dan Al Hafidz berkata dalam taqrib-nya: “Maqbul”. Artinya diterima apabila di-mutaba’ah, dan jika tidak maka haditsnya lemah. Dan di sini ia tidak di-mutaba’ah.
Adapun dalil yang kelima, yaitu atsar Asy Sya’bi adalah lemah juga, karena ia dari periwayatan Mujalid bin Sa’id, Al Hafidz berkata dalam taqrib-nya: “Laisa bil qawiyy (tidak kuat), berubah hafalannya di akhir umurnya”. Imam Ahmad berkata: “Laisa bisyai (tidak ada apa-apanya)”. Ibnu Ma’in berkata: “Tidak bisa dijadikan Hujah”. Dan Ad Daraquthni berkata: “Dla’if”. (Al Mughni fi Dlu’afa, 2/542).
Adapun dalil yang keenam adalah dalil yang membutuhkan dalil, artinya memang benar bahwa Alquran itu berkah, namun untuk dibacakan kepada mayat di kuburan membutuhkan kepada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya. Dan ternyata tidak ada. Terlebih telah kita rajihkan bahwa bacaan Alquran tidak akan sampai kepada mayat.
Dalil-dalil Pendapat yang Melarang
Pertama: Hadits Abu Hurairah, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu seperti kuburan, karena setan akan lari dari rumah yang dibanyakan padanya surat Al-Baqarah“. (HR Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa kuburan bukan tempat untuk membaca Alquran, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menjadikan rumah seperti kuburan yang tidak dibacakan padanya Alquran.
Kedua: Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke perkuburan Baqi’, namun tidak disebutkan disana bahwa beliau membaca Alquran di kubur, di antaranya hadits Aisyah ia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَدْعُو لَهُمْ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَدْعُوَ لَهُمْ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar menuju Baqi’ untuk mendoakan mereka, lalu Aisyah menanyakannya, beliau bersabda: “Aku diperintahkan untuk mendoakan mereka”.
Tidak disebutkan dalam hadits-hadits itu bahwa beliau membaca Alquran di kuburan. Kalau itu baik, tentu beliau melakukannya dan diperintahkan kepadanya.
Ketiga: Hadits-hadits yang mengajarkan apa yang harus dibaca di perkuburan, di antaranya adalah hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim, Aisyah bertanya kepada beliau apa yang harus dibaca di kuburan, maka beliau mengajarkan salam dan doa, dan tidak mengajarkan untuk membaca Al-Fatihah atau surat lain dari Alquran, dan kaidah ushul fiqihberkata, “Meninggalkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan adalah tidak boleh”. Kalaulah itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi waallam mengajarkannya kepada ‘Aisyah dan shahabat-shahabat lainnya.
Keempat: Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut menguburkan sebagian shahabat, seperti penguburan anaknya dan juga hadits Al-Bara’ bin Malik yang panjang yang menceritakan tentang bagaimana kematian orang beriman dan orang kafir, tidak disebutkan dalam hadits-hadits tersebut bahwa beliau mengajarkan untuk membaca surat A-Fatihah atau surat lainnya, kalau itu dilakukan oleh beliau, pastilah banyak shahabat yang menceritakannya.
Kelima: Tidak adanya praktik dari seorangpun shahabat Nabi, oleh karena itu Imam Malik berkata, “Aku tidak mengetahui seorangpun yang melakukannya”. Ketika para shahabat tidak ada yang melakukannya, padahal pendorong untuk itu amat kuat, dan tidak ada perkara yang menghalangi mereka, itu menunjukkan bahwa itu tidak disyariatkan.
Dan inilah pendapat yang rajih, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Dan yang dilakukan di zaman ini, dimana kaum muslimin membacakan Alquran di perkuburan, dengan jumlah hari tertentu, dan tarip tertentu, bahkan dinyalakan lampu-lampu di sana, tidak diragukan lagi akan kebid’ahannya. Karena perbuatan tersebut tidak ada seorangpun dari para ulama madzhab yang membolehkannya. Allahul musta’an.
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.

Published by

CelikTafsir

Blog mentafsir Quran berdasarkan fahaman Sunnah dan salafussoleh.

Leave a comment